Kawan,
Sejak ditahan di Polres Sleman Oktober lalu hingga ditransfer ke Lapas, pertanyaan semacam “kok atm yang dibakar?” oleh polisi, sipir, serta para tahanan/napi, hanya bisa kujawab “Karena Bank itu penjahat, Bank menyokong ekploitasi sumber daya alam di Indonesia yang seringkali berbuntut pada penggusuran orang lokal, pembunuhan ekstrayudisial, hingga pencemaran lingkungan yang sedemikian massif”. Bagi banyak orang “awam” mendengar jawaban seperti ini seperti mendengar kabar gosip tentang selebritis; Tak ada yang tau atau mungkin tak mau tau, apakah benar atau tidak–seakan hanya sebuah sensasi sambil lalu.
Sekali waktu, saya pernah bekerja dengan pembuat film dokumenter dari Switzerland untuk melakukan preliminary research tentang dampak tambang dan pembangunan di wilayah Kaltim. Dua kawan Swiss saya, setelah melihat neraka tambang dan perkebunan sawit, sontak merespon dengan gaya intelektual ala barat mereka: “Ini semua terjadi karena negaramu korup!” aku terdiam sejenak, mencoba berpikir jernih, tapi tampaknya emosi sudah lebih dulu menguasai: “Sadar ‘gak kalian, kalau semua privilese yang kalian dapat berasal dari semua eksploitasi ini? Kalian lupa tentang itu? Coba lihat Negara kalian, apa yang mereka hasilkan? Bank! Bank! Bank!”
Mendengar ocehan emosionalku mereka hanya bisa terdiam dengan muka merah kesal. Di wajah mereka tersirat ketidakyakinan dengan semua argumenku yang lebih mirip sumpah serapah.
Setahun berlalu:
Salah satu kawan Swiss-ku itu kembali ke Indonesia dan ingin segera menjumpaiku. Ketika bertemu dia berkata, “Apa yang kamu bilang tahun lalu itu benar”, dengan nada santai ia melanjutkan, “kamu tau, sepanjang perjalanan dari airport aku melihat iklan-iklan billboard yang bertuliskan ‘Swiss Bank Supports Natural Resources In Indonesia’”.
Sejumput fakta yang telah lalu
“…adalah konsorsium Bank Mandiri yang bermitra dengan PT Anugra Cipta Investama. Luhut duduk di kursi komisaris Utama, sedang Prabowo jadi Direktur Utama di Grup Kiani. Komposisi modalnya Mandiri 99% sementara Anugra 1%. Mereka membeli aset kredit Grup Kiani dari BPPN senilai US$ 200 juta.”
“Tahun 2003, asset ini—Grup Kiani, perusahaan pemegang Hak Pengusahaan Hutan (HPH)—jatuh pada dua jenderal terkenal yang menjajal peruntungannya di bidang bisnis. Bekas Dubes RI di Singapura sekaligus bekas Memperindag Luhut Panjaitan berkongsi dengan Letnan Jenderal (Purn) Prabowo Subianto. Kepemilikan saham Prabowo pada Energi Nusantara cukup besar, sekitar 79%. Dengan demikian, Prabowo menjadi ‘Raja Hutan’.”
“Prabowo mengatakan Kiani secara ekonomi jangka panjang hanya menggunakan kayu perkebunan untuk melindungi lingkungan alam. Untuk menghindari pengotoran udara dan pengrusakan lingkungan, maka pabrik dilengkapi dengan teknologi modern.”
“Namun, temuan di lapangan berbeda. Di kampung-kampung sekitar Pabrik tercium bau menusuk. Sejenis belerang yang umumnya dihasilkan dari produksi selulosa. Sebuah sumber bahkan mengatakan ada tanda-tanda Kiani telah membuang limbahnya melalui saluran bawah tanah langsung ke Laut Sulawesi. Lembaga Penelitian Universitas Mulawarman pada tahun 2001 telah meneliti secara lengkap limbah industri yang berbentuk padat, cairan, dan gas seperti juga bau, debu, dan kebisingan, Hasilnya pengotoran lingkungan sangat mungkin berasal dari pengolahan kayu terutama perusahaan yang memproduksi selulosa, kertas dan MDF.
Maka, tidak tertutup kemungkinan bau busuk yang berasal dari Kiani berdasarkan penelitian di atas membahayakan kesehatan penduduk desa-desa di sekitar pabrik selulosa. Begitulah pendapat para pencinta lingkungan di lingkungan pabrik. Pembuangan ke Laut Sulawesi dapat merusak atau mematikan kehidupan laut. Melalui ikan-ikan–yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat setempat—bereaksi sebagai racun manusia. Kelima, pengamanan dari aparat militer. Sejak pendirian Kiani, perusahaan ini menuai masalah dengan penduduk setempat sampai-sampai Kiani memindahkan dua desa untuk pembangunan pabrik yang terletak dalam wilayah perencanaan. Lucunya, perusahaan menolak biaya pembongkaran rumah-rumah dan biaya pindah. Tentu saja, orang-orang menolak dipindahkan. Diancam dan diteror oleh sekelompok militer,akhirnya masyarakat menyingkir dan meninggalkan kampungnya tanpa ganti-rugi hingga tahun 2005. Rasa takut yang menghinggapi warga lantaran lingkungan tersebut dijaga oleh militer, tak urung membuat warga tak pernah membeberkan secara terbuka.
Hubungan tradisi yang baik dengan militer cukup menjelaskan. Kiani milik bekas Pangkostrad. Seorang sumber bahkan sempat menyebutkan bahwa Prabowo dapat menembus Kopassus melalui Yayasan Korps Baret Merah (KOBAME) plus dukungan dari orang-orang terdekatnya yang kini punya posisi penting di Badan Intelijen Nasional (BIN).”
**
Hari pertama ketika aku di BAP oleh Serse Polres perihal motif di balik tindakan pembakaran ATM, aku menjawab:
“Sebagai suatu peringatan protes terhadap kapitalisme dan operasi-operasi tambang yang tidak terkontrol , yang menghancurkan lingkungan.”
Si Serse kemudian menanyakan kembali, seakan perlu jawaban yang lain.
Saya menjawab,
“…untuk menyuntikkan keberanian kepada masyarakat bahwa mereka dapat mengambil alih kendali atas hidup mereka sendiri juga sebagai penyerangan terhadap institusi-institusi finansial yang terkait erat dengan pengeksploitasian SDA yang sering dibarengi oleh pelanggaran-pelanggaran HAM di berbagai daerah.”
Ini mungkin wacana baru, kawan tentang sesuatu yang bernama Bank, seperti yang sangat tepat menjadi pelengkap judul film The International (2009):
They control your money
They control your government
They control your life
And everybody pays.
PS : Faktanya diambil dari sebuah buku terbitan GalangPress
Catatan harian kamerad Eat, kombatan FAI Indonesia yg ditahan terkait aksi langsung membakar ATM BRI di Jogjakarta – Indonesia_
*co-pas via webblog UltraEgoist*