oleh N. Commaneci
“Itulah yang biasanya merupakan esensi dari pembentukan kerumunan… untuk menemukan sebuah sinyal umum yang membuat setiap orang yakin bahwa, bila dia bertindak atasnya, dia tidak akan bertindak sendirian.” –Thomas Schelling, The Strategy of Conflict (1960)
Kami memutuskan untuk mengajukan beberapa pertanyaan singkat tentang cinta dan kerusuhan bukan hanya sebagai jalan untuk memahami kekurangan sistem-sistem politik liberal, tetapi juga untuk mencari pemecahan dari kebuntuan sistem politik tersebut serta untuk menemukan kembali unsur-unsur afektif yang telah terlupakan (seperti kemarahan, hasrat, dan sebagainya) yang membuat sebuah perlawanan menjadi mungkin dan dapat dikomunikasikan. Politik liberal telah menghindari dan menghilangkan sesuatu yang esensial dari perang yang tengah berkecamuk.
Dalam cinta, sebagaimana halnya dalam kerusuhan, selalu ada sesuatu yang luput dari pemikiran politik klasik. Berdasarkan pembawaan mereka, ledakan ini tidak jauh-jauh dari ide-ide tentang keadilan, persaudaraan dan kesetaraan. Seperti virus, mereka selalu membuka sesuatu yang bisa dikomunikasikan dan bersifat terpadu. Kami tertarik untuk memperhebat kondisi-kondisi untuk komunikasi tersebut: memahami disposisinya.
Disposisi adalah persiapan, kecenderungan atau kesiapan untuk bertindak dengan cara tertentu dalam kondisi-kondisi tertentu. Dalam bahasa Latin, disposisi memiliki akar etimologis dari kata affection (affectionem), yang berarti kecenderungan, pengaruh, perasaan yang menetap/permanen, dan kata dasar (affect—dari afficere) yang berarti “melakukan sesuatu atau bertindak atas dasar suatu hal”.
Disposisi selalu memiliki dua sisi. Pada satu sisi adalah keberadaan disposisi (yang mungkin tidak terlihat ) dan di sisi lainnya adalah manifestasinya. Sebagai contoh, sebuah elektron memiliki muatan elektrik minimal yang seringkali dideskripsikan sebagai “tersembunyi”. Kita butuh melakukan sesuatu yang sangat spesial untuk melihatnya benar-benar ada. Seseorang mungkin berkata bahwa dengan eksperimen yang tepat, muatan tersebut akan nampak dengan sendirinya.
Seperti halnya cinta, kerusuhan terkadang akan menjadi suatu hal yang mengejutkan kita ketika kita berada dalam kondisi yang tidak siap. Dan adalah sesuatu yang sia-sia untuk mengatakan bahwa kita dapat mempersiapkan sebuah kerusuhan, meskipun setidaknya kita dapat bersiap-siap untuk kerusuhan: dengan melakukan apa yang diperlukan untuk membantu menyalakan api, untuk melepaskan muatan.
Kadang-kadang kita terdesak untuk masuk ke dalam sebuah permainan, di antara pilihan untuk melakukan kerusuhan atau mencintai. Ketika situasi telah memuncak selalu muncullah sebuah pertanyan mengenai disposisi etis—kita dipaksa untuk bertindak berdasarkan disposisi kita, atau kembali, atau melarikan diri. Karena jika kamu tidak bermain, kamu tak akan mendapatkan kemenangan.
Sebuah disposisi terhadap cinta, sebagaimana terhadap kerusuhan, memungkinkan kita untuk merebut situasi. Seperti misalnya, kita berpikir ada sebuah ikatan langsung antara hubungan-hubungan yang menentukan bagaimana kita hidup dan mengorganisir diri, serta disposisi kita terhadap kerusuhan; cara-cara kita mengorganisir diri dan hubungan kita dengan ide-ide komunisme. Hal ini tidak hanya lahir dari kemarahan kita terhadap arogansi kekuasaan, tetapi juga melalui cara-cara kita hidup bersama. Inilah model yang menumbuhkan disposisi kita, serta kesiapan kita untuk melakukan serangan.
Seperti dasar semua hasrat manusia, cinta dan kerusuhan yang terjadi selalu merupakan permasalahan dalam hubungan di antara setiap individu. Sebuah kerusuhan selalu membutuhkan kerumunan, seperti halnya seorang kekasih selalu membutuhkan orang yang dikasihinya. Dan lebih jauh lagi, kerusuhan hanya akan terwujud apabila ada kepercayaan yang cukup bahwa orang-orang lain juga akan melakukan kerusuhan. Haruslah ada sekumpulan orang-orang yang memiliki disposisi terhadap kerusuhan, dan mereka juga haruslah percaya bahwa orang-orang lain yang berada di dalam kerumunan itu juga sama-sama memiliki hasrat untuk melakukan kerusuhan. Seperti halnya cinta, ini adalah sebuah keyakinan yang dapat menular. Ciuman pertama yang gugup, atau jendela pertama yang hancur, “bukanlah merupakan sinyal yang memberitahukan kepada seseorang tentang apa yang harus dilakukan. Mereka adalah sinyal yang memberitahukan seseorang apa yang orang-orang lain mungkin lakukan.”
Mengapa Unsur Afektif Berkurang?
Tak satu pun dari apa yang kita pertahankan dalam keseragaman berada di luar perang yang tengah berkecamuk, bukti yang terbanyak adalah melalui pembuatan kebijakan dan pengaturan terhadap tubuh, etos/semangat dan emosi yang kita miliki. Kehidupan politik, telah direduksi menjadi permasalahan pengaturan sehingga berubah menjadi sesuatu yang menentang kekuatan yang tersisa; yang membuat kita mengesampingkan cinta, mencampuradukkan politik dengan persahabatan dan seni, menjadi terpisah dari ruang untuk menyebarkan gairah. Politik telah mengalami pengaburan makna.
Depolitisasi terhadap kehidupan kita ini telah menegasikan pembangunan etika kolektif untuk mendukung pengaturan mekanikal sistem politik. Affinitas dipandang hanya sebagai masalah pribadi dalam kehidupan kita, sementara kehidupan pribadi kita telah secara total didepolitisir. Ini adalah bagian yang esensial dari ideologi liberal. Apa yang nampak secara jelas dan benar-benar diinginkan dalam kehidupan pribadi kita, apa yang dibutuhkan dan apa yang kemudian dianggap sebagai sebuah kebenaran yang bersifat intim, dijauhkan dari segala kemungkinan untuk membentuk organisasi politik. Kehidupan pribadi dikondisikan agar berada dalam ruang-ruang produksi, dan pengambilan keputusan dialihkan dari keberadaan masalah-masalah politik. Semua pertanyaan lain hanya akan menjadi sebuah selingan dalam interaksi kita dengan teman sekamar kita selama makan malam santai setelah rapat “pengorganisiran” pekerja.
Bentuk-bentuk affinitas telah terabaikan menjadi sebuah gaya hidup: tak lebih dan tak kurang.
Mereka yang memutuskan untuk menjalani kehidupan “alternatif” seringkali mudah terisolir dari pengalaman-pengalaman “alternatif” yang mereka alami, cenderung hidup berdampingan dengan sistem kapitalisme. Upaya untuk hidup secara kolektif dan kecenderungan terhadap utopia hedonistik serta berbagai bentuk gaya hidup yang penuh petualangan menukarkan strategi-strategi ofensif menjadi getaran-getaran yang menyenangkan. Walaupun bila mereka berhasil dalam mengaktualisasikan kehidupan individualnya, mereka mengabaikan usaha-usaha yang kongkrit untuk mengkomunikasikan hal tersebut.
Selalu akan ada sebuah momen, dalam sebuah perjalanan individual ataupun dalam selubung sebuah komunitas ketika pertanyaan-pertanyaan menantang muncul dari dunia luar. Berhadapan dengan keniscayaan pertemuan politik dengan orang-orang lain di dunia, posisi yang tepat haruslah diambil. Jarak dari permasalahan-permasalahan dunia tak pernah menjadi sebuah keputusan yang netral. Keselamatan pribadi cenderung identik dengan disasosiasi dan pengkhianatan. Kita tak bisa menjustifikasi kecurigaan terhadap semua pihak yang mengikuti aspirasi tersebut. Tetapi kita harus tidak mempercayai aspirasi ini sebagai sebuah eksistensi fundamental yang telah ditakdirkan. Kisah ini telah mendapat dukungan. Ini merupakan kisah kaum liberal mulai dari Locke ke Thoreau hingga Smith. Mereka adalah para individu yang berjuang dalam proses individualisasi. Komunisme tak pernah menjadi tujuan akhir mereka. Dunia mereka hanyalah sebuah pulau kecil yang menyediakan segala macam kenyamanan. Mereka mengabaikan perang kelas demi melayani keserakahan mereka sendiri.
Mengubah model akses dan akumulasi dari individual tak akan bisa mengubah model yang lebih luas dari produksi dan eksploitasi. Koneksi politik kita dengan affinitas, kesia-siaan strategi dan hanya dipertahankan oleh penghidupan, telah dikosongkan oleh konten politik.
Penderitaan yang diakibatkan oleh liberalisme atas hidup kita tidak akan terurai di toilet kering komune di dalam hutan.
Kembali Pada Disposisi
Menghubungkan kembali disposisi terhadap cinta dengan disposisi terhadap kerusuhan berarti menghubungkan kembali affinitas dan mempengaruhinya dengan kehidupan politik. Kita tak bisa memisahkan apa yang kita inginkan dari apa yang kemudian kita lawan. Pada satu sisi terdapat apa yang hendak kita bangun (berbagi pemanfaatan dunia, komunisasi) dan pada sisi yang lain terdapat sesuatu yang kita ingin musnahkan (para bos, penjara, perbatasan, polisi, patriarki dan negara). Konstruksi dan destruksi merupakan dua gerakan yang memiliki impuls yang sama. Hal ini merupakan pengembangan disposisi yang berdasarkan pada kekuatan emosi yang telah melampaui pemikiran.
Pembangunan posisi etika kolektif kita mengharuskan kita untuk pertama-tama memahami basis dari hubungan kita: “apa yang kuat dan apa yang tidak kita ingin serahkan dalam kondisi apa pun”. Pusat fokus: sebuah simpul. Posisi etika dan politis kita tidak bisa digabungkan sebagai sebuah kekuatan material apabila kita mengindari membangun disposisi kolektif.
*via webblog Katalis*